PENGERTIAN SAK
Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) yang disusun oleh lembaga Ikatan Akuntan Indonesia
selalu mengacu pada teori-teori yang berlaku dan memberikan tafsiran dan
penalaran yang telah mendalam dalam hal praktek terutama dalam pembuatan
laporan keuangan dalam memperolah informasi yang akurat sehubungan data
ekonomi.
Berdasarkan
pernyataan di atas dapat dipahami bahwa Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) mengacu pada penafsiran dan penalaran teori-teori yang
“berlaku” dalam hal praktek “pembuatan laporan keuangan” guna memperoleh
inforamsi tentang kondisi ekonomi.
Pemahaman di
atas memberikan gambaran bahwa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
berisi “tata cara penyusunan laporan keuangan” yang selalu mengacu pada teori
yang berlaku, atau dengan kata lain didasarkan pada kondisi yang sedang
berlangsung.
Hal ini
menyebabkan tidak menutup kemungkinan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) dapat mengalami perubahan/penyesuaian dari waktu ke waktu sejalan dengan
perubahan kebutuhan informasi ekonomi.
Dari
keseluruhan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan suatu buku petunjuk dari prosedur akuntansi
yang berisi peraturan tentang perlakuan, pencatatan, penyusunan dan penyajian
laporan keuangan yang disusun oleh lembaga IAI yang didasarkan pada kondisi
yang sedang berlangsung dan telah disepakati (konvensi) serta telah disahkan
oleh lembaga atau institut resmi.
Sebagai suatu
pedoman, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) bukan merupakan suatu
kemutlakan bagi setiap perusahasan dalam membuat laporann keuangan. Namun
paling tidak dapat memastikan bahwa penempatan unsur-unsur atau elemen data
ekonomi harus ditempatkan pada posisi yang tepat agar semua dat ekonomi dapat
tersaji dengan baik, sehingga dapat memudahkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan
dalam menginterpretasikan dan megevaluasi suatu laporan keuangan guna mengambil
keputusan ekonomi yang baik bagi tiap-tiap pihak.
SEJARAH PERUMUSAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (SAK)
Adanya
perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di
dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di
segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu
prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi
keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan
mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu,
pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak
diperlukan pada masa sekarang ini.
Terkait
hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di
Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam
hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat
dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada
tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam
pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak
sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun
1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip
dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian,
tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI
melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya
dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan
ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya
pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan
melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober
1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi
dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam
perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi,
kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial
Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai
konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke
depan.
Dalam
perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara
berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar
baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada
tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004,
dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007”
ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan
KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang
ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk
dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya
terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal
bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan
dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk
Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan
mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama
empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan
personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI
tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi
Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK).
Komite
Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang
kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi
transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya
terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para
pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di
Indonesia.
Due
Process Prosedur penyusunan SAK:
1.
Due
Process Prosedur penyusunan SAK sebagai berikut ;
·
Identifikasi
issue untuk dikembangkan menjadi standar;
·
Konsultasikan
issue dengan DKSAK;
·
Membentuk
tim kecil dalam DSAK;
·
Melakukan
riset terbatas;
·
Melakukan
penulisan awal draft;
·
Pembahasan
dalam komite khusus pengembangan standar yang dibentuk DSAK;
·
Pembahasan
dalam DSAK;
·
Penyampaian
Exposure Draft kepada DKSAK untuk meminta pendapat dan pertimbangan dampak
penerapan standar;
·
Peluncuran
draft sebagai Exposure Draft dan pendistribusiannya;
·
Public
hearing;
·
Pembahasan
tanggapan atas Exposure Draft dan masukan Public Hearing;
·
Limited
hearing
·
Persetujuan
Exposure Draft PSAK menjadi PSAK;
·
Pengecekan
akhir;
·
Sosialisasi
standar.
2.
Due
Process Procedure penyusunan Interpretasi SAK, Panduan Implementasi SAK dan
Buletin Teknis tidak wajib mengikuti keseluruhan tahapan due process yang
diatur dalam ayat 1 diatas, misalnya proses public hearing.
3.
Due
Process Procedure untuk pencabutan standar atau interpretasi standar yang sudah
tidak relevan adalah sama dengan due process procedures penyusunan standar yang
diatur dalam ayat 1 diatas tanpa perlu mengikuti tahapan due proses e, f, i, j,
dan k sedangkan tahapan m dalam ayat 1 diatas diganti menjadi: Persetujuan
pencabutan standar atau interpretasi.

1.
Tahun
1973 menjelang diaktifkannya
pasar modal di Indonesia, dengan mengkodifikasi prinsip dan standar akuntansi
yang berlaku di Indonesia dalam buku “Prinsip Akuntansi Indonesia” (PAI)
2.
Tahun
1984 Komite PAI melakukan
revisi secara mendasar atas PAI 1973 dan mengkodifikasikannya dalam buku
“Prinsip Akuntansi Indonesia 1984”
3.
Tahun
1994 Komite PAI kembali
melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan mengkodifikasikannya dalam buku
“Standar Akuntansi Keuangan” berlaku per 1 Oktober 1994
Sejak
1994, IAI memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan Standar Akuntansi
Internasional (pengaruh globalisasi. Sejak
1994, IAI juga terus melakukan penyempurnaan standar yang ada serta penambahan
standar baru dan interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)

1)
1
Oktober 1995
2)
1
Juni 1996
3)
1
Juni 1999
4)
1
April 2002, dan
5)
1
Oktober 2004

a.
Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah
b.
59
PSAK beserta Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan yang
melandasinya.
c.
7
Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK)

a.
1973
: Panitia Penghimpun Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS
b.
1974
– 1994 : Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (4 periode kepengurusan IAI)
c.
1994
: Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK)


a.
Mendukung
program harmonisasi dan konvergensi yang diprakarsai oleh International
Accounting Standards Board (IASB) menyelaraskan PSAK
dengan International Financial Reporting Standards (IFRS)
b.
Dalam
menyusun SAK, mengacu pada IFRS dengan mempertimbangkan pula faktor lingkungan
usaha di Indonesia
c.
Pengembangan
SAK yang belum diatur dalam IFRS dilakukan dengan berpedoman pada Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, kondisi lingkungan usaha di
Indonesia., dan standar akuntansi yang berlaku di negara lain.
Sejarah dalam Menetapkan Standart Akuntansi Keuangan (SAK)
STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN menciptakan metode yang seragam untuk
menyajikan informasi, sehingga laporan keuangan dari berbagai perusahaan yang berbeda
dapat dibandingkan dengan lebih mudah kumpulan konsep, standar, prosedur,
metode, konvensi, kebiasaan dan praktik yang dipilih dan dianggap berterima
umum disebut: Generally Accepted Accounting Principles (GAAP).
Badan yang membuat standar akuntansi keuangan di Amerika Serikat yaituFinancial
Accounting Standard Board (FASB) berdiri tahun 1973 menggantikan American
Principles Board (APB) sebuah lembaga swasta yang bertanggung jawab
untuk pembentukan standar akuntansi di Amerika Serikat. Produk FASB adalah
Publikasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan(Statements of Financial
Accounting Standards).
Organisasi lain yang penting dalam pelaporan keuangan adalah SEC
(Securities and Exchange Commision) dibentuk tahun 1934 dengan tugas
utama mengatur penawaran dan perdagangan efek oleh perusahaan kepada masyarakat
AICPA (American Institute of Certified Public Accounting) merupakan
organisasi profesional dari para akuntan publik yang tersertifikasi.
Pada tahun 2007 Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan
Indonesia mengesahkan tiga Exposure Draft menjadi PSAK yaitu PSAK No 13 (revisi
2007) Properti Investasi, PSAK No. 16 (revisi 2007) Aset Tetap dan PSAK No. 30
(revisi 2007) Sewa. Ketiga PSAK tersebut berlaku efektif untuk penyusunan
laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2008.
Ketiga PSAK tersebut terutama membahas mengenai standar perlakuan akuntansi
untuk aset tetap. Pengesahan ketiga PSAK tersebut dilakukan sebagai bagian dari
proses konvergensi PSAK terhadap International Financial Reporting Standard
(IFRS). Oleh karena itu materi PSAK baru tersebut diambil seluruhnya dari IFRS
dengan beberapa penyesuaian karena ada beberapa nomor IFRS yang belum diadopsi
di dalam PSAK.
Dengan berlaku secara efektif ketiga PSAK tersebut maka PSAK lama yaitu
PSAK No. 13 (1994) Akuntansi untuk Investasi, PSAK No. 16 (1994) Aktiva Tetap
dan Aktiva lain-lain, PSAK No. 17 (1994) Akuntansi Penyusutan dan PSAK No. 30
(1990) Akuntansi Sewa Guna Usaha menjadi tidak berlaku untuk penyusunan laporan
keuangan sebuah entitas. Kemudian pada tanggal 23 Mei 2008 Menteri Keuangan
Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 79/PMK.03/2008
(PMK 79/2008) tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan
Perpajakan. PMK 79/2008 ini menggantikan peraturan sejenis yaitu Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2002.
Perkembangan Standart Akuntansi Keuangan (SAK) di Indonesia
Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia :
ΓΌ
Pada periode 1973-1984, Ikatan Akuntansi Indonesia
(IAI) telah membentuk Komite
Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia untuk menetapkan
standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan Prinsip-prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI).
ΓΌ Pada periode 1984-1994, komite PAI melakukan revisi
secara mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia
1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994, Komite standar akuntansi memulai suatu
revisi besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan
pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi
atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar
akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan
oleh IASB.
ΓΌ Pada periode 1994-2004, ada perubahan Kiblat dari US
GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan
dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International
Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi
keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk
menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan
IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat
sendiri.
ΓΌ Pada periode 2006-2008, merupakan konvergensi IFRS Tahap
1, Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun
penambahan standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada
tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006,
1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006 dalam kongres IAI (Cek
Lagi nanti) X di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan
diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua
standar IFRS pada tahun 2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah.
Sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS
dari total 33 standar.
Penetapan SAK-ETAP
Ikatan Akuntan Indonesia pada tanggal 17 Juli 2009 yang lalu, telah
menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
(SAK-ETAP) atau atau The Indonesian Accounting Standards for
Non-Publicly-Accountable Entities, dan telah disahkan oleh DSAK IAI pada
tanggal 19 Mei 2009. Dewan tandar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia
(DSAK IAI) sendiri beranggotakan 17 orang mewakili: Akuntan Publik, Akademisi,
Akuntan Sektor Publik, dan Akuntan Manajemen. Alasan IAI menerbitkan standar
ini adalah untuk mempermudah perusahaan kecil dan menengah (UKM) (yang
jumlahnya hampir dari 90% dari total perusahaan di Indonesia) dalam
menyusun laporan keuangan mereka. Dimana jikalau standar ini tidak diterbitkan
mereka juga harus mengikuti SAK baru (yang merupakan SAK yang sedang dalam
tahap pengadopsian IFRS – konvergensi penuh tahun 2012) untuk menyusun laporan
keuangan mereka. SAK berbasis IFRS ini relatif lebih kompleks dan sangat mahal
bagi perusahaan kecil dan menengah untuk menerapkannya.
Pada saat diluncurkanya standar akuntansi ETAP (SAK-ETAP)
bertepatan dalam acara Seminar Nasional Akuntansi “Tiga pilar Standar Akuntansi
Indonesia” yang dilaksanakan oleh Universitas Brawijaya dan Ikatan Akuntan
Indonesia. Nama standard ini sedikit unik karena exposure draftnya diberi nama
Standar Akuntansi UKM (Usaha Kecil dan Menengah), namun mengingat definisi UKM
sendiri sering berubah, maka untuk menghindari kerancuan, standard ini diberi
nama SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik.
Apabila SAK-ETAP ini telah berlaku efektif, maka perusahaan kecil seperti
UKM tidak perlu membuat laporan keuangan dengan menggunakan PSAK umum yang
berlaku. Di dalam beberapa hal SAK-ETAP memberikan banyak kemudahan untuk
perusahaan dibandingkan dengan PSAK dengan ketentuan pelaporan yang lebih
kompleks. Perbedaan secara kasat mata dapat dilihat dari ketebalan SAK-ETAP
yang hanya sekitar seratus halaman dengan menyajikan 30 bab.
Sesuai dengan ruang lingkup SAK-ETAP maka Standar ini dimaksudkan untuk
digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik. Entitas tanpa akuntabilitas
publik yang dimaksud adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik
signifikan; dan tidak menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general
purpose financial statement) bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal
adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur,
dan lembaga pemeringkat kredit.
Lebih lanjut ruang lingkup standar ini juga menjelaskan bahwa Entitas
dikatakan memiliki akuntabilitas publik signifikan jika : proses pengajuan
pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk
tujuan penerbitan efek di pasar modal; atau entitas menguasai aset dalam
kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank,
entitas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana dan
bank investasi.
Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan dapat menggunakan
SAK-ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi mengizinkan penggunaan
standar tersebut. Hal ini dimungkinkan apabila misalnya pihak otoritas
berwenang merasa ketentuan pelaporan dengan menggunakan PSAK terlalu tinggi
biayanya ataupun terlalu rumit untuk entitas yang mereka awasi.
SAK-ETAP ini akan berlaku efektif per 1 January 2011 namun penerapan dini
per 1 Januari 2010 diperbolehkan. Entitas yang laporan keuangannya mematuhi
SAK-ETAP harus membuat suatu pernyataan eksplisit dan secara penuh (explicit
and unreserved statement) atas kepatuhan tersebut dalam catatan atas laporan
keuangan. Laporan keuangan tidak boleh menyatakan mematuhi SAK-ETAP kecuali
jika mematuhi semua persyaratan dalam SAK-ETAP. Apabila perusahaan memakai SAK-ETAP,
maka auditor yang akan melakukan audit di perusahaan tersebut juga akan mengacu
kepada SAK-ETAP.
Mengingat kebijakan akuntansi SAK-ETAP di beberapa aspek lebih ringan
daripada PSAK, maka ketentuan transisi dalam SAK-ETAP ini cukup ketat. Pada BAB
29 misalnya disebutkan bahwa pada tahun awal penerapan SAK-ETAP, yakni 1
January 2011, Entitas yang memenuhi persyaratan untuk menerapkan SAK-ETAP dapat
menyusun laporan keuangan tidak berdasarkan SAK-ETAP, tetapi berdasarkan PSAK
non-ETAP sepanjang diterapkan secara konsisten. Entitas tersebut tidak
diperkenankan untuk kemudian menerapkan SAK- ETAP ini untuk penyusunan laporan
keuangan berikutnya. Oleh sebab itu per 1 January 2011, perusahaan yang
memenuhi definisi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik harus memilih apakah akan
tetap menyusun laporan keuangan menggunakan PSAK atau beralih menggunakan
SAK-ETAP.
Selanjutnya ketentuan transisi juga menjelaskan bahwa entitas yang menyusun
laporan keuangan berdasarkan SAK-ETAP kemudian tidak memenuhi persyaratan entitas
yang boleh menggunakan SAK-ETAP, maka entitas tersebut tidak diperkenankan
untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK-ETAP. Hal ini misalnya ada
perusahaan menengah yang memutuskan menggunakan SAK-ETAP pada tahun 2011, namun
kemudian mendaftar menjadi perusahaan public di tahun berikutnya. Entitas
tersebut wajib menyusun laporan keuangan berdasarkan PSAK non-ETAP dan tidak
diperkenankan untuk menerapkan SAK-ETAP ini kembali. Sebaliknya entitas yang
sebelumnya menggunakan PSAK non-ETAP dalam menyusun laporan keuangannya dan
kemudian memenuhi persyaratan entitas yang dapat menggunakan SAK-ETAP, maka
entitas tersebut dapat menggunakan SAK-ETAP ini dalam menyusun laporan
keuangan.
Daftar Pemberlakuan PSAK/ISAK yang Pernah Ditetapkan
ΓΌ PSAK/ISAK yang berlaku efektif 2008 -2010
No
|
PSAK/ISAK
|
Ref
|
Issued
|
Effective Date
|
1
|
PSAK 13 Properti Investasi
|
IAS 40
|
2007
|
1-Jan-08
|
2
|
PSAK 16 Aset Tetap
|
IAS 16
|
2007
|
1-Jan-08
|
3
|
PSAK 30 Sewa
|
IAS 17
|
2007
|
1-Jan-08
|
4
|
PSAK 14 Persediaan
|
IAS 2
|
2008
|
1-Jan-09
|
5
|
PSAK 26 Biaya Pinjaman
|
IAS 23
|
2008
|
1-Jan-10
|
6
|
PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan
|
IAS 32
|
2006
|
1-Jan-10
|
7
|
PSAK 55 Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran
|
IAS 39
|
2006
|
1-Jan-10
|
8
|
ISAK 8 Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa dan
Pembahasan Lebih Lanjut Ketentuan Transisi
|
IFRIC 4
|
2007
|
Sep-10
|
Dua kriteria yang menentukan apakah suatu entitas
tergolong entitas tanpa akuntabilitas publik (ETAP) yaitu:
1. Tidak memiliki akuntabilitas publik yang signifikan
Suatu entitas dikatakan
memiliki akuntabilitas yang signifikan jika:
a) Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran atau
entitas dalam proses
pengajuan pernyataan pendaftaran pada otoritas pasar
modal (BAPEPAM-LK) atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar
modal. Oleh sebab itu Bapepam sendiri telah mengeluarkan surat edaran (SE)
Bapepam-LK No. SE-06/BL/2010 tentang larangan penggunaan SAK ETAP bagi lembaga
pasar modal, termasuk emiten, perusahaan publik, manajer investasi, sekuritas,
asuransi, reksa dana, dan kontrak investasi kolektif.
b)
Entitas menguasai aset dalam kapasitas sebaga fidusia untuk sekelompok
besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang dan/atau
pedagang efek, dana pensiun, reksa dana, dan bank investasi.
2.
Tidak menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose
financial statements) bagi pengguna eksternal.
Contoh pengguna
eksternal adalah:
a) pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan
usaha;
b) kreditur; dan
c) lembaga pemeringkat kredit.
Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifkan
dapat menggunakan SAK ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi yang
mengizinkan penggunaan SAK ETAP. Contohnya Bank Perkreditan Rakyat yang telah
diijinkan oleh Bank Indonesia menggunakan SAK ETAP mulai 1 Januari 2010 sesuai
dengan SE No. 11/37/DKBU tanggal 31 Desember 2009.
Sedangkan dahulunya BPR memiliki pedoman akuntansi
tersendiri yakni pedoman akuntansi BPR, SAK-ETAP ini akan berlaku efektif per 1 January 2011
namun penerapan dini per 1 Januari 2010 diperbolehkan. Entitas yang laporan
keuangannya mematuhi SAK ETAP harus membuat suatu pernyataan eksplisit dan
secara penuh (explicit and unreserved statement) atas kepatuhan tersebut
dalam catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tidak boleh menyatakan
mematuhi SAK ETAP kecuali jika mematuhi semua persyaratan dalam SAK ETAP.
Apabila perusahaan memakai SAK-ETAP, maka auditor yang akan melakukan audit di
perusahaan tersebut juga akan mengacu kepada SAK-ETAP.
Mengingat kebijakan akuntansi SAK-ETAP di beberapa
aspek lebih ringan daripada PSAK, maka terdapat beberapa ketentuan transisi
dalam SAK-ETAP yang cukup ketat:
1. Pada BAB 29 misalnya disebutkan bahwa pada tahun awal
penerapan SAK-ETAP, yakni 1 January 2011
2. Entitas yang memenuhi persyaratan untuk menerapkan SAK
ETAP dapat menyusun laporan keuangan tidak berdasarkan SAK-ETAP, tetapi
berdasarkan PSAK non-ETAP sepanjang diterapkan secara konsisten. Entitas
tersebut tidak diperkenankan untuk kemudian menerapkan SAK ETAP ini untuk
penyusunan laporan keuangan berikutnya.
3. Per 1 January 2011, perusahaan yang memenuhi definisi
Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik harus memilih apakah akan tetap
menyusun laporan keuangan menggunakan PSAK atau beralih menggunakan SAK-ETAP.
4. Entitas yang menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK
ETAP kemudian tidak memenuhi persyaratan entitas yang boleh menggunakan SAK
ETAP, maka entitas tersebut tidak diperkenankan untuk menyusun laporan keuangan
berdasarkan SAK-ETAP. Hal ini misalnya ada perusahaan menengah yang memutuskan
menggunakan SAK-ETAP pada tahun 2011, namun kemudian mendaftar menjadi
perusahaan public di tahun berikutnya. Entitas tersebut wajib menyusun laporan
keuangan berdasarkan PSAK non-ETAP dan tidak diperkenankan untuk menerapkan SAK
ETAP ini kembali.
5. Entitas yang sebelumnya menggunakan PSAK non-ETAP
dalam menyusun laporan keuangannya dan kemudian memenuhi persyaratan entitas
yang dapat menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut dapat menggunakan SAK
ETAP ini dalam menyusun laporan keuangan.
Unsur
Keuangan
KONSEP POKOK: Tanggal pelaporan
(reporting date) adalah tanggal neraca untuk laporam keuangan pertama yang
secara eksplisit menyatakan bahwa laporan tersebut sesuai dengan IFRS (sebagai
contoh 31 Desember 2006).Tanggal transisi (transition date) adalah tanggal
neraca awal untuk laporan keuangan komparatif tahun sebelumnya (sebagai contoh
1 Januari 2005, jika tanggal pelaporan adalah 31 Desember 2006).Pengecualian untuk
penerapan retrospektif IFRS terkait dengan hal-hal berikut: Penggabungan usaha
sebelum tanggal transisi.Nilai wajar jumlah penilaian kembali yang dapat
dianggap sebagai nilai terpilih.Employee benefits.Perbedaan kumulatif atas
translasi (penjabaran) mata uang asing, muhibah (goodwill), dan penyesuaian
nilai wajar.Instrumen keuangan, termasuk akuntansi lindung nilai (hedging).
Tujuan umum Laporan Keuangan : Tujuan
umum laporan keuangan entitas bisnis (baik dalam sektor publik atau swasta)
adalah mempersiapkan dan menyajikan laporan keuangan setidaknya setiap tahun
untuk memenuhi kebutuhan informasi umum dari berbagai pengguna di luar entitas.
Oleh karena itu, Kerangka ini tidak selalu berlaku untuk tujuan khusus laporan
keuangan seperti laporan kepada aparat pajak, laporan kepada badan pengawas
pemerintah, prospektus untuk penawaran sekuritas, dan laporan untuk kombinasi
bisnis.
Pengguna dan Kebutuhan Informasi :
Kelas utama pengguna laporan keuangan adalah investor, karyawan, pemberi
pinjaman, pemasok dan kreditur perdagangan lainnya, pelanggan, pemerintah dan
badan-badan mereka serta masyarakat umum. Semua pengguna dengan kategori ini
bergantung pada laporan keuangan untuk membantu mereka dalam pengambilan
keputusan.
Kerangka ini juga menyimpulkan bahwa investor
adalah penyedia modal risiko kepada entitas sehingga laporan keuangan yang
memenuhi kebutuhan mereka juga akan memenuhi sebagian besar kebutuhan untuk
pengguna lain. [F.10] Informasi yang berguba untuk semua kelompok-kelompok
pengguna ini adalah ketertarikan mereka pada kemampuan dari suatu badan untuk
menghasilkan kas dan setara kas serta waktu dan kepastian arus kas masa depan.
The Framework mencatat bahwa laporan
keuangan tidak dapat memberikan semua informasi yang pengguna perlukan dalam
membuat keputusan ekonomi. Untuk satu hal, laporan keuangan menunjukkan dampak
keuangan dari peristiwa dan transaksi masa lalu, sedangkan keputusan sebagian
besar pengguna laporan keuangan adalah membuat keputusan yang berhubungan
dengan masa depan. Lebih jauh lagi, laporan keuangan hanya memberikan sejumlah
non-informasi keuangan yang terbatas yang dibutuhkan oleh pengguna laporan
keuangan.
Walaupun semua kebutuhan informasi dari
kelompok-kelompok pengguna tersebut tidak dapat dipenuhi, ada kebutuhan
informasi yang umum bagi semua pengguna, dan tujuan umum laporan keuangan
berfokus pada pemenuhan kebutuhan ini.

Manajemen dari sebuah entitas memiliki
tanggung jawab untuk mempersiapkan dan menyajikan laporan keuangan entitas tersebut.
[F.11]

Tujuan laporan keuangan adalah untuk
memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi
keuangan suatu entitas yang berguna untuk berbagai pengguna dalam membuat
keputusan ekonomi. [F.12-14]

Posisi keuangan suatu entitas
dipengaruhi oleh kontrol sumber daya ekonomi, struktur keuangan, dengan
likuiditas dan solvabilitas, dan kapasitas untuk beradaptasi dengan perubahan
dalam lingkungan di mana ia beroperasi.
Kinerja adalah kemampuan dari suatu
badan untuk memperoleh keuntungan dari sumber daya yang telah diinvestasikan ke
dalamnya. Informasi tentang jumlah dan variabilitas laba membantu dalam
memprediksi arus kas masa depan dari entitas yang ada dalam perkiraan sumber
daya dan potensi tambahan arus kas dari sumber daya tambahan yang dapat
diinvestasikan dalam entitas. [F.17]
Kerangka ini menyatakan bahwa informasi
tentang kinerja terutama diberikan dalam laporan laba rugi.IAS 1 menambahkan
keempat dasar laporan keuangan, pernyataan yang menunjukkan perubahan ekuitas.

Pengguna laporan keuangan mencari
informasi tentang investasi, pembiayaan dan aktivitas operasi bahwa suatu
entitas telah beroperasi selama periode pelaporan. Informasi ini membantu dalam
menilai seberapa baik entitas mampu menghasilkan kas dan setara kas dan
bagaimana menggunakan arus kas tersebut.Pernyataan arus kas memberikan
informasi seperti ini.

Laporan keuangan juga berisi catatan
dan jadwal tambahan dan informasi lain bahwa (a) menjelaskan item dalam neraca
dan laporan pendapatan, (b) mengungkapkan risiko dan ketidakpastian yang
mempengaruhi entitas, dan (c) menjelaskan kewajiban setiap sumber daya dan
tidak diakui dalam neraca.

Kerangka ini menetapkan asumsi-asumsi
yang mendasari laporan keuangan:
o Basis Akrual. Transaksi dan peristiwa
lain diakui ketika mereka terjadi, bukan pada saat kas atau yang ekuivalen
dengan kas diterima atau dibayar, dan mereka dilaporkan dalam laporan keuangan
periode yang terkait.
o Going Concern. Laporan keuangan
menganggap bahwa suatu entitas akan terus beroperasi tanpa batas waktu atau,
jika tidak, pengungkapan dan pelaporan dasar yang berbeda diperlukan.[F.23]

Karakteristik ini adalah atribut yang
membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi investor, kreditur, dan
lain-lain. Kerangka mengidentifikasi empat karakteristik kualitatif pokok:
[F.24]
·
Understandability
Informasi
harus disajikan dengan cara yang mudah dipahami oleh pengguna yang memiliki
pengetahuan tentang bisnis, kegiatan ekonomi, akuntansi dan yang bersedia untuk
mempelajari informasi dengan tekun.
·
Relevansi
Informasi
dalam laporan keuangan yang relevan adalah ketika hal tersebut mempengaruhi
keputusan ekonomi pengguna. Yaitu, hal tersebut dapat (a) membantu mereka
mengevaluasi masa lalu, sekarang, atau kejadian masa depan yang berkaitan
dengan suatu entitas (b) mengkonfirmasi atau mengoreksi masa lalu evaluasi yang
telah mereka buat.
Materialitas adalah komponen relevansi.
Informasi adalah material jika kelalaian atau kesalahan pernyataan dapat
mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna.
Ketepatan waktu adalah komponen lain
relevansi. Untuk menjadi berguna, informasi harus diberikan kepada pengguna
dalam jangka waktu yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi keputusan mereka.
Keandalan : Informasi dalam laporan keuangan dapat diandalkan jika hal tersebut
bebas dari kesalahan dan bias dan dapat diandalkan oleh pengguna untuk mewakili
peristiwa dan transaks.[F. 31-32] Kadang-kadang ada tradeoff antara relevansi
dan keandalan - dan penghakiman diperlukan untuk memberikan keseimbangan yang
tepat. Keandalan dipengaruhi oleh penggunaan perkiraan dan ketidakpastian yang
terkait dengan item yang diakui dan diukur dalam laporan keuangan.
Ketidakpastian ini ditangani dengan, sebagian, dengan pengungkapan dan
sebagian, dengan menjalankan prinsip kehati-hatian dalam menyusun laporan
keuangan. Kehati-hatian adalah dimasukkannya tingkat kehati-hatian dalam
pelaksanaan penilaian yang diperlukan dalam membuat perkiraan yang diperlukan
dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aset atau pendapatan tidak
dilebih-lebihkan dan kewajiban atau pengeluaran yang tidak sederhana. Namun,
kebijaksanaan hanya dapat dilakukan dalam konteks karakteristik kualitatif
lainnya dalam Kerangka, terutama relevansi dan representasi setia transaksi
dalam laporan keuangan. Kebijaksanaan tidak membenarkan disengaja berlebihan
dari kewajiban atau pengeluaran, atau sengaja meremehkan aset atau pendapatan,
karena laporan keuangan tidak akan netral dan, karenanya, tidak memiliki
kualitas kehandalan.Keterbandingan. Pengguna harus dapat membandingkan laporan
keuangan dari suatu badan dari waktu ke waktu sehingga mereka dapat
mengidentifikasi tren dalam posisi keuangan dan kinerja. Pengguna harus juga
dapat membandingkan laporan keuangan entitas yang berbeda. Pengungkapan
kebijakan akuntansi yang penting untuk perbandingan.
·
Keandalan
·
Keterbandingan
Tujuan
Jika seorang investor ingin mengambil
keputusan bisnis, maka salah satu pertimbangannya adalah dengan melihat dan
menganalisis laporan keuangan perusahaan. Kenapa laporan keuangan? Laporan
keuangan merupakan salah satu media utama yang dapat digunakan oleh perusahaan
untuk mengkomunikasikan informasi keuangannya kepada pihak luar. Laporan ini
juga merekam peristiwa kejadian bisnis dalam bentuk unit moneter. Dengan
disediakannya laporan keuangan maka keadaan ekonomi perusahan (yang dituangkan
ke dalam bentuk angka-angka moneter) tercermin dalam laporan keuangan
tersebut. Untuk menganalisis laporan keuangan perusahaan, tentu saja diperlukan
komponen-komponen laporan keuangan yang lengkap.
Dalam kaitannya dengan komponen laporan
keuangan, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah mensahkan PSAK 1
(Revisi 2009) tentang penyajian laporan keuangan pada tanggal 15 Desember 2009
yang merupakan revisi dari PSAK 1 tahun 1998. Pada kesempatan ini, akan
dipaparkan tentang beberapa perubahan-perubahan yang terkait dengan PSAK 1
tantang penyajian laporan keuangan yang akan dimulai dari istilah-istilah apa
saja yang berubah, disusul dengan komponen laporan keuangan yang lengkap, dan
bagaimana bentuk penyajian laporan keuangan.
Pernyataan ini menetapkan dasar-dasar
bagi penyajian laporan keuangan bertujuan umum (general purpose financial
statements) yang selanjutnya disebut ‘laporan keuangan’ agar dapat dibandingkan baik dengan laporan
keuangan periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas lain.
Pernyataan ini mengatur persyaratan bagi penyajian laporan keuangan, struktur
laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. Laporan
keuangan bertujuan umum (selanjutnya disebut sebagai ’laporan keuangan’) adalah
laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
bersama sebagian besar pengguna laporan keuangan tersebut.
LAPORAN
KEUANGAN
Laporan keuangan adalah suatu penyajian
terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan
laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan
pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga
menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang
dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan
keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi:
- Asset
- Laibilitas
- Ekuitas
- Pendapatan dan beban termasuk
keuntungan dan kerugian
- Kontribusi dari dan distribusi
kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik
- Arus kas.
Informasi tersebut, beserta informasi
lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan, membantu pengguna
laporan dalam memprediksi arus kas masa depan dan, khususnya dalam hal waktu
dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas. Catatan atas laporan keuangan
itu sendiri berisi informasi tambahan atas apa yang disajikan dalam laporan
posisi keuangan, laporan pendaptan komprehensif, laporan laba rugi terpisah
(jika disajikan), laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas. Catatan atas
laporan keuangan memberikan penjelasan atau rincian dari pos-pos yang disajikan
dalam laporan keuangan tersebut dan informasi mengenai pospos yang tidak
memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan.
ΓΌ Komponen Laporan Keuangan Lengkap
Berdasarkan PSAK 1 (Revisi 2009),
komponen laporan keuangan lengkap mengalami perubahan dari yang tadinya
hanya mencakup lima item, sekarang mencakup enam item. Pada PSAK 1 (Revisi
1998), komponen laporan keuangan lengkap meliputi:
1. Neraca
- Laporan laba rugi
- Laporan perubahan ekuitas
- Laporan arus kas
- Catatan atas laporan keuangan
Sedangkan menurut PSAK No. 1 (Revisi
2009) yang disahkan pada tanggal 15 Desember 2009 dan mulai efektif berlaku
untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011,
laporan keuangan yang lengkap harus meliputi komponen-komponen berikut
ini :
- Laporan posisi keuangan pada akhir
periode
- Laporan laba rugi komprehensif
selama periode
- Laporan perubahan ekuitas selama periode
- Laporan arus kas selama periode
Catatan atas laporan keuangan, berisi
ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain : Laporan
posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas
menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau membuat
penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi
pos-pos dalam laporan keuangannya. Jika kita bandingkan antara PSAK 1 (Revisi
1998) dengan PSAK No. 1 (Revisi 2009), terkait komponen laporan keuangan, maka
terdapat dua perbedaan utama yaitu:
v Perubahan pada laporan laba rugi, dimana
sebelumnya hanya mensyaratkan laporan laba rugi, sekarang harus menyajikan
laporan laba rugi komprehensif. PSAK 1 (Revisi 1998) tidak mensyaratkan adanya
laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika
entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau membuat
penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi
pos-pos dalam laporan keuangannya. Perlu ditekankan bahwa antara laporan laba
rugi dengan laporan laba rugi komprehensif memiliki perbedaan. Laporan laba
rugi adalah total pendapatan dikurangi beban, tidak termasuk komponen-komponen
pendapatan komprehensif lain. Sedangkan laporan laba rugi komprehensif termasuk
didalamnya laporan laba rugi dan pendapatan komprehensif. Pendapatan
komprehensif mencakup : Perubahan dalam surplus revaluasi (lihat PSAK 16
(Revisi 2007): Aset Tetap dan PSAK 19 (Revisi 2009): Aset
Tidak Berwujud).Keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat
pasti yang diakui sesuai dengan PSAK 24: Imbalan Kerja,Keuntungan
dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari entitas asing
(lihat PSAK 10 (Revisi 2009): Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Valuta
Asing).Keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan yang
dikategorikan sebagai ‘tersedia untuk dijual’ (lihat PSAK 55 (Revisi 2006)
: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran) .Bagian efektif
dari keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung nilai
arus kas (lihat PSAK 55 (Revisi 2006) : Instrumen Keuangan : Pengakuan
dan Pengukuran)
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar